KOMPASINDOTV.COM, Jakarta, Selasa (23/12) – Tokoh senior SOKSI dan pengurus BP Lansia Pusat, Robinson Napitupulu, menyampaikan pandangan moral dan spiritual terkait rangkaian bencana alam yang melanda sejumlah wilayah di Indonesia, seperti Sumatera Utara, Aceh, dan Sumatera Barat. Menurutnya, bencana tersebut tidak dapat dilepaskan dari perilaku manusia yang rakus dan merusak alam secara sistematis.
Robinson menegaskan bahwa Tuhan Yang Maha Kuasa adalah penguasa atas terang, laut, dan seluruh semesta alam beserta isinya. Hanya Tuhan yang mampu menegur dan membongkar kejahatan manusia, termasuk kejahatan yang selama ini tersembunyi di balik kekuasaan dan kepentingan ekonomi.
“Percayalah, berbagai cara Tuhan digunakan untuk membongkar kejahatan manusia. Bencana yang terjadi saat ini adalah tabir gelap yang disingkapkan menjadi terang. Kejahatan manusia terhadap alam akhirnya terbongkar, meski harus dibayar mahal dengan ribuan korban jiwa yang tidak berdosa,” ujar Robinson.
Ia mengungkapkan bahwa praktik pembalakan hutan, pertambangan yang dilakukan secara membabi buta, serta eksploitasi alam tanpa memikirkan kelestarian lingkungan menjadi penyebab utama rusaknya ekosistem. Kerusakan tersebut berdampak langsung pada terjadinya banjir bandang, longsor, dan bencana ekologis lain yang datang secara tiba-tiba dan menghancurkan permukiman warga.
“Air datang mendadak dari bukit, tanah bergerak menghantam rumah dan penghuninya. Semua ini akibat kerakusan manusia yang mengejar harta duniawi tanpa mengenal siang dan malam, tanpa peduli dampak lingkungan,” tegasnya.
Robinson juga menyinggung adanya dugaan kolaborasi antara kekuasaan dan oligarki dalam praktik perusakan lingkungan. Menurutnya, sejarah mencatat bahwa pada masa pemerintahan tertentu, hutan tetap habis dibabat tanpa diimbangi program reboisasi yang serius dan berkelanjutan.
“Siapapun rezimnya, ketika anak buah yang diberi kewenangan justru mengejar keuntungan tanpa memikirkan pelestarian, maka kehancuran hanya soal waktu. Yang penting cuan, dampaknya tidak dipikirkan,” katanya.
Ia meyakini bahwa rangkaian bencana ini merupakan bentuk murka Tuhan terhadap umat manusia yang lalai dan abai terhadap amanah menjaga bumi. Namun demikian, Robinson menegaskan bahwa masih ada jalan keselamatan jika manusia mau bertobat dan berubah.
Dalam pernyataannya, Robinson mengajak seluruh elemen bangsa untuk merenungkan apa yang ia sebut sebagai lima prinsip utama atau 5P, yakni pertobatan dengan sungguh-sungguh dan tidak mengulangi kejahatan, persekutuan dengan Tuhan, memperbanyak persembahan melalui amal, zakat, dan sedekah, penyembahan yang tidak mendua hati, serta percaya sepenuhnya kepada Tuhan.
“Jika manusia mau bertobat dan mengakui perbuatannya di hadapan Sang Maha Pencipta langit dan bumi, maka keselamatan masih ada. Mari kita berbuat yang terbaik, khususnya bagi para korban terdampak bencana,” ujar Robinson.
Ia menutup pernyataannya dengan doa agar Tuhan senantiasa menyertai bangsa Indonesia, memberikan kekuatan bagi para korban, serta membuka hati para pemegang kekuasaan untuk kembali pada jalan kebenaran dan keadilan.
“Semoga Tuhan bersama kita semua. Amin,” pungkas Robinson.

