Sorgum dan Rekayasa Perbenihan: Fondasi Swasembada Pangan Nasional dan Ketahanan Hilirisasi

KOMPASINDOTV.COM, Jakarta – Upaya menuju swasembada pangan nasional kini diarahkan pada penguatan rekayasa perbenihan unggul sebagai langkah strategis dalam meningkatkan kualitas dan kuantitas produksi per lahan tanam. Strategi ini menitikberatkan pada inovasi domestikasi dan kawin silang, guna menghasilkan varietas unggul yang mampu beradaptasi di berbagai kondisi lahan pertanian Indonesia.

Ketua Dewan Penasehat Himpunan Petani Sejahtera Mandiri Indonesia (HPSMI), Nasrudin Tueka menegaskan bahwa ketangguhan basis industri rumah tangga merupakan soko guru dari ketahanan hilirisasi nasional. “Tanpa kekuatan industri rumah tangga yang kokoh, struktur pilar hilirisasi akan berdiri tanpa pondasi yang kuat sebagai instrumen arah kebijakan nasional,” ujarnya.

HPSMI memandang bahwa langkah koreksi komprehensif terhadap hipotesa dan penerapan proyek-proyek penelitian di bidang rekayasa genetika mutlak diperlukan. Banyak benih domestikasi dan varietas lokal yang berpotensi besar menjadi bagian dari pangan bergizi nasional, bukan sekadar alternatif di luar pangan utama seperti beras.

Salah satu contoh nyata adalah sorgum — tanaman pangan yang berasal dari Afrika dan kini telah berhasil didomestikasi di Indonesia. Tanaman ini tumbuh subur di lahan-lahan marginal seperti kawasan Nusa Tenggara Timur (NTT) dan mulai dikembangkan secara luas di lahan terlantar Jawa Tengah melalui struktur food estate dan usaha tani terpadu.

Dengan rekayasa genetika yang mencakup tujuh hingga dua belas varietas, produktivitas sorgum telah meningkat secara signifikan. Sorgum kini berperan penting tidak hanya sebagai bahan pangan bergizi, tetapi juga sebagai bahan baku pakan ternak dan industri biokimia. Diversifikasi hasil pascapanen telah melahirkan berbagai produk olahan bernilai ekonomi tinggi, memperkuat peran sorgum dalam sistem pangan nasional.

Rudi (52), salah satu tokoh pertanian nasional, menambahkan bahwa untuk memaksimalkan potensi pangan lokal, pengelolaan sistem dan aset pertanian harus dijalankan dengan profesionalisme dan kestabilan organisasi. “Peningkatan produktivitas hanya bisa dicapai bila seluruh struktur bekerja dalam visi bersama, memperkuat nilai kapital petani dan menjaga keberlanjutan sistem,” ujarnya.

Sejalan dengan visi HPSMI, langkah strategis untuk menata ulang struktur internal, memperkuat basis nilai ekonomi pertanian, serta membangun budaya kerja yang efisien dan transparan menjadi agenda utama. Semua upaya ini mengarah pada satu tujuan besar: mewujudkan kemandirian pangan nasional dan kebahagiaan petani Indonesia sebagai fondasi ketahanan ekonomi bangsa.

Artikel yang Direkomendasikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *