KOMPASINDOTV.COM, JAKARTA – Menyikapi dinamika terbaru terkait Program MBG dan polemik pernyataan Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) mengenai dugaan keracunan pangan, Ketua Dewan Penasehat Himpunan Petani Seluruh Indonesia (HPSMI), Nasrudin Tueka, menegaskan pentingnya pemerintah menjaga akurasi komunikasi publik serta memperkuat pendekatan strategis dalam pengawasan pangan nasional. Menurutnya, narasi yang menyudutkan petani bukan hanya tidak tepat, tetapi juga berpotensi mengganggu stabilitas sosial di tingkat desa yang menjadi fondasi ketahanan pangan nasional.
Ia menilai bahwa lembaga strategis seperti BGN memerlukan kehati-hatian tinggi dalam menyampaikan analisis, mengingat lembaga ini dibentuk sebagai bagian dari visi Presiden untuk memperkuat ekosistem pangan menuju derajat kesehatan nasional yang lebih baik. Karena itu, setiap pernyataan publik harus berbasis kajian menyeluruh, bukan spekulasi atau pembingkaian yang menyederhanakan masalah.
“Pernyataan Kepala BGN mengenai dugaan keracunan MBG akibat nitrogen tinggi tidak mencerminkan ketepatan analisis maupun kualitas kepemimpinan yang dibutuhkan dalam memimpin lembaga strategis negara,” ujar Nasrudin Tueka.
Sistem Pengawasan Pangan Harus Dilihat secara Menyeluruh
Nasrudin menegaskan bahwa tanggung jawab monitoring dan evaluasi pemupukan tanaman berada pada pemerintah melalui kementerian teknis, bukan pada petani. Oleh karena itu, menyimpulkan bahwa petani menjadi akar persoalan keracunan pangan menunjukkan minimnya evaluasi lintas sektor.
“Monitoring pemupukan ada pada Kementerian Pertanian dan Kementerian Lingkungan Hidup. Tidak tepat jika petani dijadikan kambing hitam tanpa peninjauan sistemik terhadap seluruh rantai pengawasan yang seharusnya dikendalikan negara,” tegasnya.
Ia juga menyebut bahwa sejarah menunjukkan berbagai negara telah merilis temuan tentang kontaminasi pangan Indonesia sejak era 1990-an. Jepang melaporkan temuan merkuri pada ikan dari Bali serta tingginya natrium pada tanaman sayuran di Batu, Malang. Pada 2025, Amerika Serikat kembali merilis temuan pencemaran kimia pada komoditas perikanan Indonesia.
Menurutnya, temuan-temuan tersebut bisa berkaitan dengan dinamika geopolitik global atau bahkan potensi perang dagang. Namun hal itu tidak boleh dijadikan dasar untuk menyimpulkan bahwa keracunan berasal dari praktik petani, apalagi tanpa kajian lintas lembaga.
Kebutuhan Pendekatan Teknokratik dan Efisiensi Manajemen Program MBG
Dalam kerangka perbaikan sistem, Nasrudin mendorong pemerintah menerapkan pendekatan teknokratik yang terukur, terpadu, dan berkelanjutan dalam implementasi Program MBG. Ia menilai bahwa akar persoalan lebih banyak terkait manajemen strategis yang belum efisien, bukan semata praktik budidaya petani.
“Program MBG masih sangat berorientasi pada proyek, bukan pada manajemen strategis jangka panjang. Ada ruang besar yang perlu diperbaiki mulai dari penguatan SDM, efektivitas kerja, serapan waktu, SOP pengamanan, kendali mutu, hingga reformasi struktur internal BGN,” jelasnya.
Ia menambahkan bahwa pendekatan berbasis proyek tetap bisa akuntabel, namun harus diikuti efisiensi anggaran, ketepatan serapan, serta pengukuran dampak yang transparan per wilayah sasaran program.
Kepala BGN Diminta Sampaikan Permohonan Maaf Publik kepada Petani
Untuk memulihkan kepercayaan publik, Nasrudin meminta Kepala BGN menyampaikan permohonan maaf secara terbuka kepada petani. Menurutnya, langkah tersebut penting untuk menjaga hubungan baik antara institusi pengawas pangan dengan para pelaku hulu produksi yang selama ini menjadi penyangga utama ketahanan pangan nasional.
“Keberhasilan MBG harus lahir dari tata kelola yang baik, bukan dari narasi yang menyudutkan petani. Karena itu, kepala BGN perlu menyampaikan permohonan maaf agar komunikasi publik tetap sehat dan akuntabel,” tegasnya.
Pentingnya Digitalisasi Sistem Informasi Petani melalui Smart Board
Sejalan dengan kebutuhan penguatan sistem, HPSMI mendorong percepatan pemanfaatan teknologi digital seperti Smart Board untuk memperluas akses informasi bagi petani. Teknologi ini dinilai dapat menjadi jembatan penting bagi petani untuk mendapatkan data harga pupuk, harga pasar, dinamika rantai nilai, hingga menyampaikan hambatan usaha tani secara langsung dan terukur.
Dengan integrasi Smart Board yang disesuaikan kondisi lapangan, petani dapat berperan lebih aktif dalam menjaga stabilitas pangan nasional dan mendukung pencapaian program strategis pemerintah menuju kemandirian serta kedaulatan pangan berkelanjutan.
“Petani adalah garda terdepan ketahanan nasional. Mereka harus diperkuat akses informasinya, bukan dijadikan sasaran kesalahan. Negara perlu hadir melalui sistem pengawasan yang kuat dan teknologi yang inklusif,” tutup Nasrudin Tueka, Ketua Dewan Penasehat HPSMI.

