APTKes Desak Menteri Dikti Saintek Cabut Uji Kompetensi Kesehatan!

Jakarta, KOMPASINDOTV.COM 21 Februari 2025 – Aliansi Perguruan Tinggi Kesehatan Indonesia (APTKes) mendesak Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi RI, Prof. Brian Yuliarto, S.T., M.Eng, Ph.D., untuk mencabut Keputusan Menteri Nomor 31/M/KEP/2025 terkait penyelenggaraan Uji Kompetensi Mahasiswa Bidang Kesehatan. Keputusan ini dinilai bertentangan dengan regulasi yang berlaku dan putusan hukum yang telah berkekuatan tetap.

Putusan Hukum yang Diabaikan

Wakil Ketua APTKes, Drs. H. Zainal Abidin, M.M., menegaskan bahwa kebijakan ini telah berkali-kali dipermasalahkan sejak 2013 dan bahkan telah dinyatakan tidak sah oleh pengadilan. Beberapa putusan hukum yang menolak keberadaan Komite Nasional Uji Kompetensi Mahasiswa Kesehatan, antara lain:

  • Putusan PTUN Jakarta Nomor 185/G/2022/PTUN.JKT
  • Putusan PTTUN Jakarta Nomor 133/B/2023/PT.TUN.JKT
  • Putusan Mahkamah Agung Nomor 563 K/TUN/2023

Meski telah dinyatakan cacat hukum, kebijakan ini tetap diberlakukan setiap kali terjadi pergantian menteri.

Dampak Buruk terhadap Mahasiswa

APTKes menyoroti dampak serius yang dialami mahasiswa akibat kebijakan ini. Saat ini, lebih dari 240.000 lulusan kesehatan tidak dapat bekerja karena gagal dalam uji kompetensi, meskipun telah menyelesaikan pendidikan sarjana dan profesi selama 5 hingga 10 tahun.

“Sistem ini hanya membebani mahasiswa. Mereka sudah melalui proses pendidikan yang ketat dengan standar akreditasi yang jelas, tetapi tetap tidak mendapatkan jaminan Surat Tanda Registrasi (STR). Akibatnya, banyak lulusan yang mengulang ujian berkali-kali dengan biaya yang tidak sedikit,” ujar Zainal Abidin.

Setiap peserta dikenakan biaya Rp275.000 per ujian, dan beberapa mahasiswa bahkan harus mengulang lebih dari lima kali, sehingga total biaya bisa mencapai jutaan rupiah.

Dugaan Penyimpangan Dana Uji Kompetensi

APTKes juga menduga adanya ketidakwajaran dalam pengelolaan dana uji kompetensi yang tidak memiliki payung hukum yang jelas. Dana yang terkumpul dari mahasiswa tidak disetorkan ke rekening negara, melainkan berpindah-pindah rekening di beberapa perguruan tinggi seperti Universitas Diponegoro, Universitas Brawijaya, dan Universitas Jember tanpa transparansi yang jelas.

Sejak 2013 hingga 2016, total dana yang terkumpul diperkirakan mencapai Rp99 miliar, dan hingga kini belum ada audit terbuka terkait penggunaannya. Dugaan penyimpangan ini telah masuk dalam penyelidikan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan Nomor Informasi 2024-A-02759 dan Nomor Agenda 2024-08-065. Kejaksaan Agung RI juga menerima laporan terkait kasus ini pada 14 Februari 2024.

Tuntutan kepada Menteri Dikti Saintek RI

APTKes berharap Menteri Brian Yuliarto segera mencabut keputusan tersebut dan mengembalikan kewenangan uji kompetensi kepada perguruan tinggi sesuai Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan, Pasal 220 ayat (3).

“Kami mendesak pemerintah untuk tidak mengulang kesalahan yang sama. Jika perguruan tinggi sudah memiliki standar akreditasi dan penjaminan mutu yang baik, maka tidak ada alasan untuk mencabut kewenangan mereka dalam menentukan kelulusan mahasiswa,” ujar Zainal Abidin.

Langkah Lanjutan

Sebagai upaya lebih lanjut, APTKes akan mengajukan surat resmi kepada Menteri Dikti Saintek RI pada Senin mendatang. Mereka juga akan terus mengawal kasus ini melalui jalur hukum dan mendorong investigasi terkait dugaan penyimpangan dana.

“Kami akan tetap berjuang demi hak mahasiswa dan masa depan pendidikan kesehatan di Indonesia. Kami ingin sistem pendidikan yang lebih adil, transparan, dan berpihak kepada rakyat,” pungkasnya.

Kini, keputusan ada di tangan pemerintah: apakah akan tetap mempertahankan kebijakan yang kontroversial ini atau memilih untuk memperbaiki sistem demi masa depan tenaga kesehatan di Indonesia.

Artikel yang Direkomendasikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *