JAKARTA, KOMPASINDOTV.COM, 22 Februari 2025 – FIK UMJ Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Muhamadiyah Jakarta berkolaborasi dengan Persatuan Penyintas Stroke Indonesia (PPSI) dalam sebuah acara edukasi bertajuk Strategi Mengatasi Kelemahan Otot Setelah Stroke. Kegiatan ini berlangsung pada Sabtu (22/2) di Kampus FIK UMJ Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Muhamadiyah Jakarta dan menghadirkan para ahli kesehatan serta para penyintas stroke untuk berbagi pengalaman dan wawasan seputar pencegahan serta penanganan pascastroke.
Hadir dalam acara ini antara lain Maria Sri Rosa Sinta, Ketua DPC PPSI Jakarta Selatan; dr. Debbie Rahmawati Teguh, Dewan Pengawas PPSI; Steven, Wakil Ketua PPSI Pusat; serta Robby sebagai perwakilan PPSI. Selain itu, turut serta para dosen dan tenaga medis dari UMJ serta peserta yang terdiri dari pasien stroke dan pendamping mereka.
Dalam kesempatan ini, dr. Debbie Rahmawati Teguh menekankan pentingnya edukasi mengenai stroke, baik bagi masyarakat umum maupun bagi para penyintas. Menurutnya, masih banyak masyarakat yang kurang memahami gejala awal stroke dan tindakan yang harus segera diambil saat mengalaminya.
“Kami sering mengadakan edukasi di berbagai tempat, mulai dari rumah sakit, sekolah, komunitas keagamaan, hingga perkantoran. Hal ini penting karena banyak orang yang tidak menyadari gejala stroke sejak dini. Jika terlambat ditangani, penderita bisa kehilangan kesempatan untuk pulih secara maksimal,” jelas dr. Debbie.
Ia menambahkan bahwa dalam beberapa jam pertama setelah serangan stroke, tindakan medis yang cepat dan tepat dapat meningkatkan peluang pemulihan diatas 90%. Oleh karena itu, masyarakat perlu mengetahui rumah sakit yang memiliki fasilitas lengkap untuk menangani stroke, sehingga tidak membuang waktu berharga dalam proses penyelamatan pasien.
Maria Sri Rosa Sinta, Ketua DPC PPSI Jakarta Selatan, turut berbagi mengenai program yang dijalankan oleh PPSI untuk membantu para penyintas stroke. PPSI secara rutin mengadakan berbagai terapi dan latihan bagi para anggotanya, termasuk pengobatan Akupuntur , Senam Stroke, Edukasi, Penguatan Mental dan Fsik , Fisioterapi, Okupasi , Terapi Wicara dan Hidroterapi.
“Setiap Kamis kedua dan keempat, kami mengadakan latihan untuk para penyintas stroke. Selain itu, pada 27 Februari nanti, kami juga akan mengadakan terapi air. Banyak dari peserta kami yang awalnya kesulitan berdiri dari kursi roda, namun setelah mengikuti program ini, mereka berhasil bangkit dan mendapatkan kembali keberanian untuk pulih,” ungkap Maria.
Menurutnya, dukungan keluarga sangat berperan dalam pemulihan pasien stroke. Dengan adanya komunitas seperti PPSI, para penyintas stroke dapat saling berbagi pengalaman dan membangun semangat untuk kembali mandiri
Stroke merupakan penyakit yang dapat menyebabkan dampak fisik dan mental yang serius bagi penderitanya. Data menunjukkan bahwa 80% penyintas stroke mengalami cacat fisik yang berujung pada gangguan mental akibat kehilangan kepercayaan diri.
“Banyak penyintas stroke yang merasa terpinggirkan, bahkan ada yang ditelantarkan oleh keluarganya. Hal ini sangat menyedihkan. Oleh karena itu, kami di PPSI berusaha membangun kebersamaan agar mereka merasa tetap memiliki keluarga yang peduli. Dengan olahraga bersama, senam, dan terapi, kami ingin mereka kembali percaya diri dan tidak merasa bergantung pada orang lain,” ujar Maria.
Lebih lanjut, ia berharap masyarakat tidak lagi menganggap penyintas stroke sebagai beban. Sebaliknya, keluarga dan lingkungan sekitar harus memberikan dukungan agar mereka bisa kembali produktif.
“Bila ada teman atau saudara, kenalan, yang mengalami stroke, silahkan hubungi kami di Instagram @ppsi.jaksel,” tambah Maria Rosa
Ns. Juwi Athia Rahmini, seorang dosen dan perawat yang menjadi pemateri dalam acara ini, menegaskan pentingnya kesadaran akan faktor risiko stroke, seperti hipertensi dan diabetes.
“Pasien stroke harus memahami penyebab utama penyakitnya, apakah karena penyumbatan atau faktor lain seperti tekanan darah tinggi dan diabetes. Jika gejala awal seperti pusing atau mati rasa muncul, segera lakukan pemeriksaan ke rumah sakit,” ujar Juwi.
Ia juga menyoroti peran gaya hidup dalam mencegah stroke. Pola makan tinggi gula dan garam, kurang olahraga, serta kebiasaan buruk lainnya dapat meningkatkan risiko terkena stroke. Oleh karena itu, edukasi seperti yang dilakukan oleh PPSI dan UMJ ini menjadi sangat penting untuk meningkatkan kesadaran masyarakat.
Selain edukasi, acara ini juga diisi dengan sesi berbagi pengalaman dari para penyintas stroke. Mereka menceritakan bagaimana mereka menghadapi tantangan pascastroke dan bagaimana dukungan keluarga serta komunitas membantu mereka bangkit kembali.
Kerja sama antara PPSI dan UMJ diharapkan dapat terus berkembang dan menjangkau lebih banyak masyarakat. Dengan semakin banyaknya edukasi yang dilakukan, diharapkan angka kejadian stroke dapat ditekan, serta para penyintas dapat memperoleh kualitas hidup yang lebih baik.
“Ke depan, kami ingin memperluas program ini ke berbagai kampus dan komunitas lain agar semakin banyak orang yang sadar akan pentingnya pencegahan stroke. Kami juga ingin memastikan bahwa para penyintas mendapatkan dukungan yang mereka butuhkan untuk kembali hidup mandiri,” tutup Maria.
Dengan adanya kegiatan ini, diharapkan masyarakat semakin sadar akan pentingnya deteksi dini stroke serta bagaimana cara menanggulangi dan mendukung pemulihan pasien stroke agar dapat kembali menjalani hidup dengan optimal.
Selain itu, ia menekankan pentingnya deteksi dini dan skrining kesehatan secara berkala. “Pasien yang mengalami pusing mendadak, mati rasa di satu sisi tubuh, atau sulit berbicara harus segera dibawa ke rumah sakit yang memiliki fasilitas penanganan stroke. Jangan membuang waktu ke rumah sakit yang.